INKULTURASI SOSIO-KULTURAL SEBAGAI PONDASI GEREJA POHSARANG DI KEDIRI

Autor(s): Yoh. Wahyu Dwi Yudono
DOI: 10.53810/jt.v11i2.63

Abstract

Abstraksi

Gereja Pohsarang menurut istilah sekarang merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses terminologi dari adaptasi, akomodasi, inkarnasi maupun kontekstualisasi. Istilah adaptasi dan akomodasi, pada masa lampau digunakan untuk mengungkap pertemuan warga kristen dengan pelbagai kebudayaan suku-suku bangsa. Istilah inkarnasi lebih menunjuk pada misteri penjelmaan Tuhan menjadi manusia (Daeng Hans. J, 1989). Sedang istilah kontekstual, sering digunakan orang Protestan guna merangkum semua hal yang terkandung dalam istilah indigenisasi dengan tidak terjerat pada masa lampau dengan sikap dinamis, menerima perubahan, dan berorientasi ke masa depan dengan menghayati situasi lokal.

Menurut Muda Hubertus (1992: 34), inkulturasi adalah istilah yang mengungkapkan keharusan untuk mengkontekstualisasikan warta dan hidup kristiani dalam pelbagai kebudayaan manusia, dan dalam seminar di Yogyakarta dijelaskan bahwa:

Inkulturasi adalah proses yang didalamnya komunitas gerejani menghayati iman dan pengalamannya dalam konteks budaya sedemikian rupa sehingga hal-hal itu tidak hanya terungkap dalam unsur budaya lokal tetapi menjadi kekuatan pencipta pola-pola persatuan komunitas baru serta menjadi kekuatan yang menyemangati, membentuk dan dengan jelas memperbaharui kebudayaan itu seokah-olah menjadi suatu ciptaan baru.

Dalam proses inkulturasi, tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan “arsitek†yang ada dibelakangnya. Yang pertama dapat dikatakan sebagai arsiteknya adalah para misionaris atau pewarta perdana. Mereka mewartakan Injil ke dalam situasi sosio-kultural dimana mereka diutus. Kedua, yaitu gereja lokal yang merupakan kumpulan umat yang lahir dari pewartaan Injil. Gereja harus menampilkan wajah dan bentuknya sendiri untuk mengakarkan Injil dalam kebudayaannya sendiri.Seperti yang diungkap oleh Sugijopranoto. A (1997: 331), “seorang arsitek suatu gereja harus mengenal budaya dan simbol-simbol yang dipakai untuk mengekspresikan rasa masyarakat sekitarâ€. Dengan demikian perlu untuk mengetahui siapa, bagaimana, dan dengan cara apa para “arsitek†terlibat dalam proses inkulturasi tersebut.

Full Text:

PDF