Adopsi Anak Versus Human Trafficking: Analisis Kasus Adopsi Anak Luar Kawin Bayi Lentina
Abstract
Menurut ketentuan Undang-Undang Perkawinan, isteri yang tidak dapat melahirkan keturunan merupakan alasan bagi suami untuk berpoligami atau bahkan sebagai alasan untuk bercerai. Demikian pentingnya kehadiran seorang anak, sehingga pasangan suami isteri yang dalam perkawinannya tidak memiliki anak seringkali berusaha mendapatkan anak dengan jalan adopsi. Namun adopsi yang tidak dilaksanakan secara benar dapat menjadi bumerang bagi para pelakunya, karena dapat dikenai pasal mengenai human trafficking atau praktik jual beli manusia. Adopsi sendiri telah lama dikenal dalam masyarakat Indonesia, dengan berbagai tujuan. Namun perihal adopsi, peraturannya masih tersebar dalam berbagai undang-undang dan Surat Edaran Mahkamah Agung. Adopsi bila tidak dilaksanakan secara hati-hati dan taat norma dikawatirkan dapat disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan human trafficking. Tulisan ini mengkaji aspek hukum adopsi dan human trafficking sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan pada kasus adopsi Bayi Lentina di Medan.
Kata Kunci: adopsi anak, human trafficking, kepentingan terbaik anakFull Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.51921/chk.v22i1.73
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
ALAMAT REDAKSI:
Majalah Ilmiah Jurnal Cakrawala HukumUniversitas Wijayakusuma PurwokertoJl. Raya Beji Karangsalam No.25, Dusun III, Karangsalam Kidul, Kec. Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53152 Contact Person = 085778166646 | Email = hukum@unwiku.ac.id |