Perkawinan Secara Online Dalam Perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

Suryati Suryati, Wiwin Muchtar Wiyono

Abstract


This study aims to determine the validity of online marriages in the perspective of Law No. 1 of 1974 concerning Jo Marriage. Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law. The writing of this law uses a normative juridical approach using secondary data as the main data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials obtained via the internet. The data is then analyzed qualitatively. The results of this study are that online marriage has no regulation in Law Number 1 of 1974 concerning marriage which has been revised by Law Number 16 of 2019. This is a legal vacuum that can cause uncertainty in people's lives. Marriages conducted online according to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage are legal if carried out in accordance with Article 2 paragraph (1) and (2) as well as Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 2008 concerning Information and Electronic Transactions because marriages carried out online use electronic media which are regulated in the law, which in this case clearly regulates electronic signatures. Meanwhile, according to Islamic law, the scholars agree that the condition for marriage is one assembly, but there are differences of opinion regarding this one assembly. According to Imam Hanafi, one assembly means one time, meaning that consent and acceptance cannot be interrupted. However, according to Imam Syafi'i, an assembly is one place because this relates to the duties of a witness who must see clearly with his own eyes and head the party making the consent and qabul. So marriages carried out online are valid if the conditions and harmony of a marriage have been met.
Keywords: Marriage, Online, Law No. 1 of 1974

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan pernikahan yang dilakukan secara online dalam perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui internet. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini adalah perkawinan secara online tidak ada pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang telah direvisi oleh Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019. Hal ini merupakan kekosongan hukum yang dapat menimbulkan ketidak pastian dalam kehidupan masyarakat. Perkawinan yang dilakukansecara online menurut Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sah hukumnya apabila dilakukan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) demikian juga pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik karena pernikahan yang dilakukan secara online ini menggunakan media elektronik yang diatur dalam undang-undang tersebut dimana dalam hal ini diatur jelas tentang tanda tangan elektronik. Adapun menurut hukum Islam, para ulama bersepakat bahwa syarat pernikahan yaitu satu majelis namun ada perbedaan pendapat mengenai satu majelis ini. Menurut Imam Hanafi satu majelis berarti satu waktu artinya tidak boleh terputus antara ijab dan qabul. Namun satu majelis menurut Imam Syafi’i adalah satu tempat karena ini berkaitan dengan tugas saksi yang harus melihat dengan jelas oleh mata dan kepalanya sendiri pihak yang melakukan ijab dan qabul. Jadi pernikahan yang dilakukan secara online tersebut sah apabila sudah terpenuhi syarat dan rukunnya sebuah pernikahan.
Kata Kunci: Perkawinan, Online, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

References


Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, Jakarta: Hidakarya Agung: 1981

Sabri Samin dan Andi Nurmaya Aroeng, Fikih 11, Makassar: Alauddin Press, 2010.

M. Anshary, Hukum Perkawinan Indonesia, Yogyakarta: Pusta Pelajar, 2015

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Gema Media, 2001

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990.

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003

Efendi M. Satria Zain, Priblematika Hukum Keluarga, Jakarta: Pernada Media Group, 2013

Ketika Wali Nikah di Tempat yang Jauh, Mengapa Harus Wali Hakim?, diakses dari http://www.nu.or.id/post/read/97461/ketika-wali-nikah-di-tempat-yang-jauh- mengapa-harus-wali- hakim pada tanggal 03 September 2023 pukul 19:29




DOI: https://doi.org/10.51921/chk.v25i2.248

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.


ALAMAT REDAKSI:

Majalah Ilmiah Jurnal Cakrawala Hukum

Universitas Wijayakusuma Purwokerto

Jl. Raya Beji Karangsalam No.25, Dusun III, Karangsalam Kidul, Kec. Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53152

Contact Person = 085778166646 | Email = hukum@unwiku.ac.id